Jalan-jalan ke Jogja Ala Backpacker - Part 1


Setelah satu tahun tertunda, akhirnya jadi juga liburan ke Jogja. Yay! Saya dan seorang teman memang sudah merencanakan ingin berlibur ke Jogja sejak tahun lalu. Alhamdulillah tahun ini baru bisa direalisasikan. Liburan ala backpacker selama 3 hari di Jogja, dengan budget setipis mungkin, naik kereta promo, menginap di losmen, dan menggunakan transportasi umum selama di sana.

Jogja Day 1


Pagi itu, hari Sabtu 17 November 2018 sekitar pukul setengah 8, kami bergegas ke Stasiun Bandung. Padahal jarak penginapan kami dengan Stasiun Bandung hanya berjarak tidak sampai 10 menit jika ditempuh dengan mobil. Mungkin karena terlalu bersemangat, jadi ingin segera sampai ke stasiun dan bisa segera naik kereta yang akan membawa kami ke Jogja, kota yang menjadi tujuan banyak wisatawan.

Setelah sarapan di depan Stasiun Bandung dan juga membeli bekal makanan untuk makan siang, kami masuk ke stasiun dan melakukan boarding kemudian menuju ke kereta Argo Wilis. Pukul 08.30 kereta berangkat dari Stasiun Bandung menuju Yogyakarta. Perjalanan memakan waktu sekitar 8 jam, jadi yang kami lakukan adalah tidur, foto-foto, makan, tidur, makan lagi, foto-foto lagi, sesekali jalan-jalan ke kamar mandi atau kereta restorasi. But, it was fun. 

Sore hari sekitar pukul 4, kereta Argo Wilis tiba di Stasiun Yogyakarta. Sambil membawa tas yang lumayan berat karena isinya baju-baju untuk 3 hari ke depan, kami antre untuk keluar dari stasiun. Saat itu stasiun cukup terlihat ramai, banyak warga Bandung yang ingin juga berlibur ke Yogyakarta. 

Begitu keluar dari stasiun, kami langsung menuju ke losmen tempat kami menginap. Lotus Losmen namanya. Lokasinya berada di kawasan Sosrowijayan yang juga terkenal sebagai kampung internasional. Di sini berjejer losmen dengan berbagai harga dan fasilitas. Tinggal dipilih saja dan disesuaikan dengan budget. Oiya, losmen-losmen di sini biasanya bisa dipesan dulu melalui ownernya langsung, bisa juga lewat situs online (ga semua losmen), atau datang langsung. Kalau datang langsung resikonya kamar bisa full dan harus keliling mencari losmen yang masih ada kamar kosong. Waktu itu saya memang dapat kontak ownernya langsung, jadi pesan dulu via WhatsApp, lalu bayar dulu untuk down payment-nya, sisanya bisa dibayar di sana saat sudah sampai. 

Untuk Lotus Losmen ini agak sulit ditemukan karena masuk ke gang di dalam gang, jadi tertutup oleh rumah lainnya. Kami harus muter-muter dulu karena hanya mengandalkan Google Maps. Karena ga ketemu-ketemu akhirnya nanya juga deh sama orang yang ada di sekitar sana.

Istirahat sejenak dan bersih-bersih, setelah Maghrib kami pergi ke Malioboro sekalian cari makan. Jogja malam itu udaranya terasa gerah tanpa angin, padahal kami jalan lumayan banyak, dari depan gang Sosrowijayan sampai ke Titik 0 KM Yogyakarta. Alhasil kami jadi mandi keringat dan keliat lusuh waktu di foto.




Sebenarnya udah cukup lelah karena berjalan lumayan jauh, ditambah belum makan juga. Tapi kami penasaran dengan Pasar Beringharjo. Setelah berjalan dan mencari ternyata kalau malam-malam sekitar jam 7an toko-toko di pasar ini sudah banyak yang tutup. 

Perut makin lapar dan kami sempet bingung mau makan di mana, akhirnya kami memutuskan makan di warung gudeg sekitar Malioboro. Kami pilih warung ini karena banyak yang makan di sini dan juga sudah tertera harga untuk masing-masing menunya. Oiya, katanya kalau mau makan di sekitar Malioboro harus hati-hati. Kalau bisa cari tempat makan yang udah tertera harganya, biar ga asal tembak harga setelah selesai makan.

Setelah kenyang, kami lanjut berburu oleh-oleh batik. Ke Jogja tanpa beli batik hambar rasanya. Banyak batik-batik lucu yang dijual dengan harga lebih murah tapi dengan kualitas bahan yang terbilang bagus. Nah, kalau belanja di Malioboro ini jangan takut untuk menawar. Awali dengan tawar setengah harga ya. Kalau ga boleh, bisa beralih ke pedagang lainnya. Puas-puasin deh tawar menawar di sini sampe dapat harga yang dimau.

Ternyata muter-muter Malioboro cukup bikin lelah juga. Sekitar jam 10an kami balik lagi ke losmen lalu bersiap-siap untuk istirahat. Karena besok akan menjadi hari yang membutuhkan banyak energi untuk menjelajah Jogja lebih banyak.

Jogja Day 2

Minggu, 18 November 2018, jam 7 pagi kami sudah bersiap berangkat dari penginapan untuk mencari sarapan dulu sebelum memulai mengeksplor Jogja. Karena hanya berdua, kami tidak menyewa mobil, kami memutuskan untuk menggunakan TransJogja dan juga transportasi online untuk ke daerah yang tidak dijangkau dengan TransJogja. Setelah sarapan, kami berjalan kaki ke salah satu halte TransJogja terdekat, yaitu Halte Malioboro 1 untuk menunggu TransJogja rute 1A tujuan Candi Prambanan. Untuk tiket TransJogja bisa dibeli langsung di sana dengan harga 3.500 atau bisa juga menggunakan kartu seperti Flazz atau e-Money dengan harga 2.700.

Setelah menunggu beberapa saat, bus pun datang. Kami segera masuk dan mencari tempat duduk. Kebetulan saat itu cukup lowong, jadi kami bisa memilih tempat duduk yang kami mau. Perjalanan dari Halte Malioboro ke Halte Prambanan ternyata tidak terlalu jauh, memakan waktu sekitar 30 menit karena saat itu lalu lintas sedang tidak macet.

Sesampainya di Halte Prambanan, dilanjutkan dengan naik becak ke area Candi Prambanan. Sebenarnya jaraknya tidak terlalu jauh kalau ditempuh dengan berjalan kaki, mungkin sekitar 1 km. Tapi karena kami masih belum tau pasti di mana letak kawasan Candi Prambanan, kami pun naik becak motor. Saya lupa harganya berapa untuk becak motor itu, kalau ga salah 20 ribu per becak. Harga yang lumayan untuk jarak yang cukup dekat.

Candi Prambanan

Saat kami sampai di kawasan Candi Prambanan, suasananya masih cukup sepi dan cuacanya tidak terlalu panas karena baru jam 08.00 pagi. Di loket, kami membeli tiket terusan Candi Prambanan- Ratu Boko seharga 75.000, termasuk shuttle bus gratis ke dan dari Ratu Boko. Kalau ingin membeli tiket Prambanan saja harganya 40.000. 

Sekitar 1 jam kami menghabiskan waktu di Candi Prambanan, berfoto-foto di beberapa tempat, naik ke atas candi, sampai naik ayunan di taman. Memang ga semua tempat di kawasan Candi Prambanan kami jelajahi, karena pastinya akan menghabiskan waktu sekitar seharian untuk bisa menjelajah semuanya. Masih ada beberapa destinasi lainnya yang ingin kami singgahi.




Lalu kami menuju ke tempat menunggu shuttle bus yang terletak di belakang rumah panggung. Kami menyerahkan tiket yang kemudian ditukar dengan nomor antrean. Nantinya kalau bus sudah datang, tiap nomor akan dipanggil sesuai urutan, jadi tidak ada yang berebutan. Tempat tunggu shuttle bus cukup nyaman, ada tempat charging dan juga dekat dengan toilet. 

Beberapa saat menunggu, shuttle bus nya datang. Mobilnya bukan bis besar, tapi jenis elf yang hanya menampung sekitar 10 orang. Perjalanan dari Candi Prambanan ke Ratu Boko memakan waktu sekitar 20 menit.

Istana Ratu Boko

Sampai di Ratu Boko matahari sudah mulai terasa lebih panas, padahal baru sekitar jam 10an. Kami turun di parkir dan menuju ke pintu masuk, lalu hanya menunjukan tiket terusan dari Candi Prambanan. Untuk menuju ke reruntuhan Istana Ratu Boko, jalannya agak sedikit menanjak. Tapi ga terlalu jauh juga kok.

Istana Ratu Boko lokasinya cukup luas. Sayang sekali kami tidak sempat menjelajahi ke semua spot di sini. Matahari yang terik jadi salah satu alasan kenapa ga bisa jalan-jalan jauh dan lama-lama. Tapi, beberapa spot yang kami singgahi juga cukup bagus untuk berfoto-foto.




Karena udah lumayan lelah dan kepanasan, kami berteduh di saung-saung yang ada di dekat jalur masuk. Kalo duduk di saung-saung ini siap-siap untuk didatangi dengan pedagang yang menwarkan es kelapa. Tapi harus hati-hati dan pintar-pintar memilih ya, karena harga yang ditawarkan tidak sesuai dengan rupa. Misalnya saja kemarin kami ditawari es kelapa muda tanpa es dan gula seharga 10 ribu atau 15 ribu gitu ya, agak lupa.

Pas udah dibawain kelapanya ternyata ga bisa dimakan sama sekali dan juga airnya asam karena tanpa gula. Pokoknya kaya bukan es kelapa yang biasa saya makan. Sempet kecewa sih jajan di Ratu Boko ini. Saya sempet beli bakso dan nasi pecel dengan harga yang terdengarnya cukup murah tapi ternyata setelah melihat rupanya jadi merasa jajanan tersebut mahal. Intinya harus hati-hati kalau mau beli makanan atau minuman di sini.

Tebing Breksi

Dari Ratu Boko, lanjut ke Tebing Breksi. Tebing Breksi jaraknya ga terlalu jauh dari Ratu Boko, mungkin hanya sekitar 15 menit ke sana dengan mobil. Untuk tiket masuknya tidak ada tarif khusus yang disediakan, waktu itu saya bayar 10 ribu untuk 2 orang. Sedangkan untuk tarif kendaraan dikenakan 5 ribu untuk mobil dan 2 ribu untuk motor.

Begitu turun, udaranya panas banget. Namanya juga tebing, jarang ada pepohonan jadinya gersang. Apalagi saat itu kami datang sekitar jam 12an siang. Pas matahari sedang berada tepat di puncak. Jadi ternyata kalau ke Tebing Breksi harus hati-hati pilih jamnya. Mungkin bisa datang pagi atau sore, bahkan malam hari. Tapi kalau udah terlanjur datang siang hari, minimal harus pakai topi lebar dan juga kacamata hitam biar ga terlalu terasa panas.



Bagian atas tebing bisa dicapai dengan menggunakan tangga. Di atas tebing ada beberapa spot foto yang bagus untuk dipajang di instagram alias instagrammable. Di spot-spot foto ini ada operator fotonya yang bisa bantu untuk ambil gambar. Ga ada tarif khusus untuk foto di spot-spot ini, cukup masukan uang seikhlasnya aja ke dalam toples yang udah disediakan.

Saat itu saya ga sempat foto-foto banyak di Tebing Breksi, udah hilang mood karena kepanasan dan juga laper kali ya wkwk. Di atas tebing sebenernya ada pendopo buat duduk-duduk sambil ngadem, tapi udaranya tetap kerasa panas.

Di Tebing Breksi ini ada fasilitas food court dan mushola yang nyaman. Untuk variasi makanan di foodcourt cukup beragam, harganya juga terbilang terjangkau. Sesuai lah makanan dan harganya. Di depan food court ada tempat duduk bertenda untuk duduk sambil menikmati makanan.

Oiya, di daerah Tebing Breksi ini agak susah sinyal. Jadi, kalau ke sini mau naik kendaraan yang dipesan via online, cek dulu sinyal operator hp nya bagus atau engga.

Hutan Pinus Pengger

Puas panas-panasan ke tiga tempat di atas, kami melanjutkan ke tempat yang adem dan banyak pepohonan, yaitu Hutan Pinus Pengger. Dari Tebing Breksi, lokasi Hutan Pinus Pengger agak lumayan jauh, mungkin sekitar 40-50 menit kalau jalanan lancar. Lokasi Pinus Pengger masih terbilang satu kawasan dengan hutan pinus lainnya, tapi hutan pinus ini yang paling dekat kalau ditempuh dari arah kota Jogja. 

Kami berangkat ke hutan pinus sekitar pukul setengah 3 sore dan smpai di sana sekitar jam 3 lewat, hampir setengah 4 mungkin. Jalan menuju ke hutan pinus sudah bagus, tapi cukup berliku, harus hati-hati berkendara ke sini karena ada beberapa tikungan yang cukup tajam.

Biaya masuk ke hutan pinus murah, cuma 5 ribu, itu juga sudah termasuk parkir mobil. Menuju area hutan, kami harus menaiki beberapa anak tangga. Tapi enak, ga terlalu tinggi dan juga suasananya adem, jadi ga kerasa lelah. Nah, kalau udah sampe di sini, tinggal cari deh spot foto yang bagus. Memang udah disediakan juga spot foto yang instagrammable, biasanya ada di ujung-ujung area, tinggal ikuti petunjuk arah aja.



Untuk fasilitas, di sini ada toilet di bagian atas dan bawah, dekat pintu masuk. Mushola juga disediakan di sini beserta muken dan sarung, letaknya di bawah dekat pintu masuk. Kalau pedagang makanan, saya ga melihat ada banyak yang jualan. Sepertinya hanya ada beberapa, itu juga kalau ga salah hanya penjual minuman.

Sama kaya di Tebing Breksi, daerah Hutan Pinus Pengger agak susah dapat sinyal. Buat yang mau ke sini dengan kendaraan online, lebih baik janjian aja lagi sama drivernya minta ditunggu, jadi biar sekalian pulang pergi. Karena kalau mau minta jemput agak susah karena terhalang sinyal dan juga lokasinya jauh, jarang ada driver yang mangkal di tempat ini. Atau lebih baik ke sini dengan kendaraan pribadi atau rental.

Ga terasa hampir seharian kami muter-muter keliling tempat wisata di Jogja. Sekitaran waktu Maghrib kami balik lagi ke losmen, istirahat sejenak sampai waktu makan malam tiba. Lalu dilanjutkan lagi ke Malioboro untuk cari makan dan juga belanja oleh-oleh yang belum sempat dibeli kemarin. 

Jogja Day 3


Dikarenakan hari Senin siang ini kami akan pulang, jadi tidak banyak aktivitas yang bisa dilakukan. Kami hanya berencana pergi ke Taman Sari dan setelah itu membeli oleh-oleh bakpia pathok di pabriknya langsung.

Pagi-pagi sekitar jam setengah 8, kami berangkat dari losmen menuju ke Taman Sari dengan menggunakan taksi online. Perjalanan mungkin hanya sekitar 15 menit dari Malioboro ke Taman Sari. Ternyata jam 8 pagi Taman Sari belum buka. Baru dibuka jam 9. Karena males nunggu sejam lagi, akhirnya kami ubah tujuan ke pabrik bakpia aja langsung yang terletak di Jl. AIP II KS Tubun. Katanya kalau beli di sini harganya bisa lebih murah. Selain itu juga bisa cicipi langsung bakpianya masih hangat.

Terdapat beragam jenis bakpia pathok dijual di sini, mulai dari rasa original atau kacang hijau, cokelat, keju, nanas, hingga rasa durian, telo ungu, dan green tea. Di pabrik ini tidak hanya menjual bakpia pathok saja, tapi juga ada beberapa camilan khas Jawa lainnya, seperti wingko babat, berbagai jenis keripik, kacang, dan wajik.

Pulangnya, kami membawa tentengan satu kardus kecil dengan isi 4 box bakpia. Kemudian langsung balik lagi ke losmen untuk bersiap-siap merapikan barang bawaan dan bergegas ke stasiun.

Sekian perjalanan backpacker ala ala selama 3 hari di Jogja part 1. Mungkin akan dilanjutkan lagi dengan perjalanan ke kota-kota lain sekitar Jogja di postingan selanjutnya.

No comments:

Powered by Blogger.