Jalan-jalan ke Jogja dan Sekitarnya Ala Backpacker


Selalu ada jalan untuk jalan-jalan. Di awal Februari 2019 ini saya dikasih kesempatan untuk kembali lagi ke Jogja. Golden Ticket yang saya dapatkan dari Rail Blogger Contest, tiketnya saya tukar untuk perjalanan dari Bandung ke Jogja. Lumayan banget dong, naik kereta kelas eksekutif secara gratis. Kapan lagi coba?

Dengan didampingi seorang teman, Jumat malam sekitar pukul 7 kami berangkat dari Stasiun Bandung menuju Stasiun Yogyakarta dengan kereta Lodaya Malam, relasi Bandung-Solo Balapan. Sore harinya, sebelum berangkat ke stasiun, Bandung diselimuti hujan yang cukup deras. Tapi, lihat deh langit senja Bandung setelah hujan.

senja di Stasiun Bandung

Perjalanan dari Bandung ke Yogyakarta memakan waktu sekitar 8 jam dengan melewati 10 stasiun. Naik kereta malam, tidak banyak yang bisa dilakukan. Menengok ke luar jendela pun hanya kegelapan atau pantulan wajah yang terlihat di kaca. Jadi, ga ada aktivitas lain selain tidur agar mempersiapkan energi untuk esok harinya.


Ketika lampu kereta mulai diredupkan, kami menggelar selimut dan bersiap untuk tidur. Tapi, mungkin malam ini bukan malam yang beruntung untuk kami tertidur lelap. Karena kami dibangunkan oleh suara bapak-bapak di bangku sederetan kami tidur sambil ngorok dengan suara yang kencang dan pastinya mengganggu orang yang ingin beristirahat. Dan bapak itu benar-benar terus tertidur sambil ngorok sampai kami turun di Stasiun Yogyakarta. Alhasil ketika turun, kami masih mengantuk dan belum puas tidur.

Mungkin KAI bisa menambah fasilitas lain, seperti ear plug dan penutup mata biar tidurnya bisa lebih nyaman dan nyenyak.


Jogja Day 1

Saat itu kereta tiba lebih lambat dari perkiraan. Mungkin telat sekitar setengah jam. Jadi, kami baru tiba sekitar jam 4 kurang. Padahal di jadwal tertulis jam 3 pagi sudah sampai.

Turun dari kereta, kami bergegas ke toilet untuk rapi-rapi sebentar sebelum memulai perjalanan mengejar sunrise di Punthuk Setumbu.

Sebelum menuju Punthuk Setumbu, kami menyimpan tas dan barang bawaan kami di homestay yang akan kami inapi, letaknya tepat di seberang Stasiun Yogyakarta, namanya Pasha Homestay. Kami memang sengaja memilih penginapan yang ada di seberang stasiun supaya lebih efisien karena harus mengejar sunrise di Punthuk Setumbu, meskipun harga penginapan ini lebih mahal dibanding di kawasan Sosrowijayan.

Sekitar pukul 5 kurang, kami berangkat dari depan stasiun menuju Punthuk Setumbu. Sempat agak bingung mau naik apa ke daerah Magelang. Tadinya mau naik Damri jurusan Candi Borobudur, tapi ternyata baru ada jam 6. Mau rental mobil, rasanya mahal kalau hanya patungan berdua haha. Rental motor, ga berani juga sih subuh-subuh masih gelap, cewek berdua doang, mana ga ada yang tau jalannya juga.

Lalu kami mencoba pesan taksi online. Alhamdulillah dapat driver yang mau mengantar ke sana, walaupun awalnya sempet ada yang nolak. Tapi, bapak driver kami ini baik dan ramah banget.

Punthuk Setumbu

Perjalanan ke Punthuk Setumbu dari Stasiun Yogyakarta memakan waktu sekitar 1 jam. Jalanan masih cukup sepi, belum banyak yang beraktivitas. Sayangnya sunrise sudah muncul saat kami masih di perjalanan. Kami tidak sempat menyaksikan sunrise dari atas Punthuk Setumbu. Tapi, ga apa-apa, mungkin masih ada sisaan matahari pagi di sana.

Dari tempat parkir mobil, kami harus berjalan menanjak kurang lebih 100 m untuk mencapai ke loket karcis. Bisa naik ojek kalau mau, tapi kami memilih untuk berjalan kaki. Cukup melelahkan ternyata dengan kondisi kurang tidur dan belum sarapan.

Dari loket ternyata masih harus berjalan menanjak lagi kurang lebih 300 m untuk mencapai puncaknya. Tapi, jangan khawatir, sepanjang jalan ada beberapa warung yang menjual sarapan, seperti gorengan, kopi, atau mie instan. Kalau capek, bisa berhenti duduk-duduk manis dulu di warung.



Nah, ini dia pemandangan pagi hari dari atas Punthuk Setumbu. Kalau pas lagi sunrise-nya pasti lebih bagus lagi. Dari sini bisa keliatan Candi Borobudur dan juga Gereja Ayam walaupun kecil sih. Ini kayanya jadi spot foto favorit di Punthuk Setumbu. Ada beberapa spot foto lainnya yang juga bagus, tapi ya gitu karena ramai jadi mesti antri dan gantian fotonya.



Matahari semakin naik, kami pun balik lagi ke parkiran mobil karena harus melanjutkan ke destinasi selanjutnya, Candi Borobudur. Kami ke Candi Borobudur naik taksi online yang tadi mengantar kami ke Punthuk Setumbu. Si bapak driver bersedia mengantar kami lagi hingga kembali ke Jogja.

Candi Borobudur

Dari Punthuk Setumbu ke Candi Borobudur tidak jauh, mungkin hanya sekitar 15-20 menit. Sekitar pukul 7 kami sampai di Candi Borobudur. Meskipun masih pagi, saat itu sudah terlihat banyak orang di gerbang masuk Candi Borobudur. Sebelum masuk, kami membeli tiket dulu di loket seharga 40 ribu.

Oiya, kalau ke sini lebih baik ga usah bawa makanan karena nantinya akan disita sementara oleh petugas saat mau masuk ke dalam area candi. Nanti makanannya bisa diambil lagi saat sudah keluar dari area. Kalau bawa minum masih diperbolehkan. Katanya biar ga mengotori area candi. Tapi memang bener harus begitu sih karena Candi Borobudur salah satu peninggalan sejarah yang harus dilindungi dan dilestarikan.

Memang baru jam 7 pagi, tapi matahari sudah terasa cukup panas. Sama kaya waktu ke Candi Prambanan nih. Kalau ke sini lebih baik pakai topi, kacamata, atau payung karena panasnya nampol banget. Ditambah lagi harus berjalan dan mendaki ke atas candi.






Semakin ke atas, semakin banyak spot bagus, semakin panas, dan semakin ramai pengunjung juga. Maklum, saat kami ke sana memang terbilang long weekend, jadi banyak rombongan, terutama anak-anak sekolah yang datang ke sini.

Ada sekitar satu jam kami menjelajah mencari spot berfoto di Candi Borobudur. Matahari yang semakin naik jadi bikin makin lelah, ditambah belum sarapan dengan benar. Akhirnya kami memutuskan untuk udahan dulu jalan-jalannya dan pulang aja ke penginapan untuk beristirahat.

Di saat udah lelah jalan kaki dan juga cuaca makin panas, ternyata jarak dari area candi ke parkiran mobil ternayata jauuh banget. Jalan keluarnya sangat berliku-liku, harus melewati pasar yang seolah-olah ga kelar-kelar. Memang ada 4 pintu keluar, tapi jalannya itu muter-muter. Perlu perjuangan memang untuk mencapai ke pintu keluar.

Sesampainya di mobil, kami masih harus berjuang melewati waktu sekitar 2 jam karena jalanan agak mulai padat. Begitu sampai di penginapan, tanpa pikir panjang kami langsung beristirahat, meluruskan otot kaki dan badan yang banyak dibawa jalan jauh.

Taman Pelangi

Sore harinya kami sudah bersiap lagi untuk melanjutkan jalan-jalan ke Taman Pelangi. Kali ini mau coba naik transjogja, biar lebih hemat juga. Dari penginapan kami harus berjalan sekitar 400 meter ke Halte Malioboro 1, karena itu halte yang paling dekat dari penginapan. Dari Halte Malioboro 1, kami naik transjog rute 8 dan transit di Halte RS PKU atau Halte Terminal Ngabean, dari halte tersebut dilanjutkan dengan naik rute 2B dan turun di Halte Monjali lalu jalan kaki sedikit menuju Taman Pelangi, sampe deh di Taman Pelangi.

senja di Malioboro

Sebenarnya naik transjogja ke Taman Pelangi dari Malioboro agak kurang efisien. Karena jalur menuju Taman Pelangi muter-muter. Waktu itu kayanya kurang lebih 1 jam kali ya dari Terminal Ngabean ke Taman Pelangi. Kalau yang pengen buru-buru sampai ke Taman Pelangi kayanya kurang sesuai kalau naik Transjogja, tapi kalau yang mau sambil jalan-jalan santai muter-muterin jalanan di Jogja bisa dicoba.

Taman Pelangi merupakan bagian dari Monjali. Letaknya berada di area depan Monjali. Karena merupakan wisata yang memainkan lampu warna warni jadi Taman Pelangi hanya dapat dinikmati pada saat senja hingga malam hari ketika langit sudah gelap. Harga tiket masuk Taman Pelangi adalah 15 ribu. Lumayan banyak spot yang instagrammable buat foto-foto.



Di sini ada semacam kantin yang jual macam-macam makanan. Kebanyakan sih yang saya liat jual nasi goreng dan mie ayam. Tapi, ada juga kok jenis makanan lainnya. Harganya ya lumayanlah untuk kantin di tempat wisata.

Karena sudah semakin malam, kami kembali lagi ke penginapan untuk beristirahat mempersiapkan jalan-jalan esok harinya.


Jogja Day 2

Subuh-subuh kami sudah bangun dan siap-siap untuk berangkat ke Klaten, naik kereta Prameks yang jam setengah 6 pagi. Untungnya penginapan kami deket tinggal nyebrang aja ke Stasiun Yogyakarta, jadi kereta pagi pun terkejar dan berangkatlah kami ke Stasiun Klaten. 

Setelah melewati dua stasiun, yaitu Stasiun Lempuyangan dan Stasiun Maguwo, kami sampai di Stasiun Klaten. Karena belum sarapan, kami mampir dulu ke warung soto di samping stasiun, Soto Ayam Bu Giarti namanya. 

Sebelum pesan, kami tanya dulu berapa harga seporsi soto. Dan ternyata harganya muraah banget. Semangkok soto dan nasi cuma 6 ribu aja dong. Kalau di Jakarta sih 6 ribu mungkin cuma dapet nasinya aja, tapi ini udah dapet soto ayam dan bihunnya juga. Rasa sotonya juga lumayan enak. Murah meriah dan bikin perut kenyang. 

Kelar makan, kami pesan taksi online ke tempat tujuan, Umbul Ponggok. Bisa dibilang Klaten mungkin gudangnya umbul-umbulan alias mata air karena banyak pemandian yang asalnya dari mata air segar di Klaten. Salah satunya yang paling ngetop ya Umbul Ponggok ini.

Oiya, kalo mau pesan taksi atau ojek online, tempat pick up nya ga boleh dekat-dekat stasiun karena takut bentrok sama ojek pangkalan. Kami harus berjalan dulu sampai ke jembatan arah pos polisi, baru driver nya bisa jemput.

Umbul Ponggok

Perjalanan dari Stasiun Klaten ke Umbul Ponggok memakan waktu sekitar 30-40 menit. Letaknya pun ga sulit ditemukan karena berada ga jauh dari pemukiman warga. Kami sampai di Umbul Ponggok sekitar jam 8 pagi, masih belum terlalu banyak orang yang datang.

Harga tiket masuk ke Umbul Ponggok terbilang murah, yaitu 15 ribu. Itu pun sudah termasuk asuransi dan dapat snack ikan nila. Snack nya enak lho, lumayan buat camilan abis nyemplung di kolam.




Dari luar, Umbul Ponggok memang keliatan kaya kolam renang biasa, tapi coba deh begitu nyemplung dan liat ke dalam air, airnya jernih banget sampai keliatan batu-batuan dasar kolam, banyak ikan kecil-kecil pada mabok. Tapi hati-hati, batu-batuannya cukup licin kalau dipakai untuk berpijak. Kedalaman kolamnya bervariasi, di bagian pinggir mungkin 1-1,5 m. Kalau bagian tengah mungkin 2-3 m. Di bagian tengah ini bisa dipakai untuk snorkeling atau diving, banyak spot underwater yang lucu juga buat foto-foto.

Kalau yang ga bisa renang, ga usah khawatir. Bisa sewa pelampung di tempat penyewaan dengan harga 7 ribu. Alat snorkeling juga bisa disewa dengan harga 13 ribu. Kalau ga bawa kamera dan pengen foto underwater juga bisa pakai jasa operatornya. Harganya bervariasi, tergantung property apa yang dipakai.





Fasilitas di Umbul Ponggok cukup lengkap ya. Banyak yang menyediakan sewa kamar mandi dan juga loker untuk simpan barang. Untuk loker bisa disewa dengan harga 3 ribu seharian. Kalau kamar mandi 2 ribu untuk mandi, kalau buang air kecil seribu. Pedagang makanan juga banyak ditemukan di sekitar kolam renang.

Tips untuk yang mau datang ke sini sebaiknya pagi (07.00-09.00) atau sore hari (15.00-17.00) karena kalau siang hari mataharinya lumayan panas dan bikin gosong. Tapi kalau udah ketemu air, berenang sebentar rasanya sulit, pasti ketagihan untuk berlama-lama di dalam kolam.

Sekitar pukul 11an kami selesai main-main air di umbul dan kembali lagi menuju ke Stasiun Klaten utnuk mengejar kereta Prameks ke Jogja yang jam 12 lewat. Kami memang tiba sebelum jam 12, tapi sayang sekali tiket Prameks ke Jogja sudah habis. Ada lagi sekitar pukul 4, akhirnya kami menunggu dulu loket buka untuk beli tiket yang jam 4. Sambil menunggu loket dibuka, kami makan siang dulu di sekitar stasiun.

Sekitar 1 jam kemudian kami balik lagi ke stasiun untuk membeli tiket Prameks yang jam 4 sore. Ternyata oh ternyata tiketnya sudah habis, kami ga kebagian lagi karena dari Solo tiketnya sudah diborong. Ada lagi tiket Prameks yang jam 7. Karena ga mau nunggu lama lagi, kami akhirnya beli tiket parsial Malioboro Express dari Klaten ke Jogja seharga 40 ribu. Padahal kalau naik Prameks cuma 8 ribu.

Malioboro Express memang melaju lebih cepat daripada Prameks. Kalau Prameks memakan waktu sekitar 45 menit, maka Malioboro Express cuma sekitar 25 menit. Jadi, sekitar jam setengah 4 sore kami sudah kembali lagi ke Jogja.

Tempo del Gelato

Malam harinya kami ke Tempo del Gelato, salah satu kedai es krim favorit di Jogja. Malam itu pengunjungnya rame, tapi sayang tempatnya kurang luas dan kurang bisa menampung banyak. Ada beragam rasa es krim yang pastinya bikin ngiler. Pecinta es krim wajib banget ke sini.


chocolate, chocochip, oreo
Ngomongin soal rasa, memang rasa es krimnya tuh enak dan padet jadi bikin kenyang. Soal harga ya lumayanlah, tergantung ukurannya. Untuk ukuran small dengan 2 rasa harganya 20 ribu, medium dengan 3 rasa harganya 40 ribu, big dengan 4 rasa harganya 65 ribu, x-big dengan 5 rasa harganya 115 ribu, dan cone dengan harga 25 ribu.


Alun Alun Kidul

Dari Tempo del Gelato lanjut ke Alun Alun Kidul sekalian cari makan malam sambil nongkrong-nongkrong. Tempatnya lumayan luas, ada 2 pohon beringin legendaris yang terkenal dengan mitosnya. Tapi, sayang kami ga ke sana, kami cuma duduk-duduk sambil makan malam di warung yang ada di pinggir Alun Alun.

Kami mencoba naik apa sih namanya becak yang dihias lampu kerlap kerlip warna warni untuk keliling Alun Alun. Kebetulan temen saya ketemu temennya, jadi kami menyewa becak yang untuk 4 orang. Untuk satu becak sekali putaran dikenakan tarif 50 ribu.



Padahal keliling Alun Alun ga terlalu jauh, tapi karena macet super macet dan hanya jalan sedikit-sedikit jadi kami mengelilingi Alun dengan becak ada sekitar 20-30 menit mungkin, Seru sih ya,buat foto-foto bagus juga karena ada lampu kerlap-kerlip. Buat yang suka nyanyi atau karaokean juga bisa, karena di tiap becak ada TV dan musiknya.


Jogja Day 3

Hari ke-3 di Jogja kami agak bingung mau kemana, gak bisa ke tempat yang jauh lagi karena kereta kami pulang akan berangkat jam setengah 12-an siang. Jadi, jadwalnya masih agak mirip dengan hari ke-3 waktu Jalan-jalan ke Jogja Part 1

Berbeda dengan ke Jogja beberapa waktu lalu, kali ini kami mengunjungi pabrik Bakpia Pathok 25 yang terletak di Jalan AIP KS Tubun dulu baru selanjutnya mengunjungi Taman Sari yang baru buka sekitar jam 09.00.

Sambil membawa satu dus bakpia, kami ke Taman Sari yang ternyata sudah cukup ramai. Sebelum masuk, kami menitip dus bakpia di salah satu pedagang minuman yang juga merangkap sebagai penyewaan penitipan barang. Untuk sewa penitipan barang dikenakan tarif 5 ribu. Harga tiket masuk juga dikenakan 5 ribu per orang. Kalau membawa kamera, ditambah membayar 3 ribu.

Satu kata ketika masuk ke Taman Sari adalah bingung. Begitu awal masuk, gak jauh dari pintu masuk memang langsung ketemu dengan kolam air yang biasa suka dijadikan tempat foto-foto. Namun selanjutnya cukup membingungkan, karena jalurnya bercampur dengan gang rumah-rumah penduduk. Iya, Taman Sari memang terletak di tengah pemukiman penduduk saat ini.



Memang sih kami diberi semacam brosur atau peta gitu untuk tempat-tempat mana saja yang ada di Taman Sari, tapi gak cukup lengkap dan mudah dimengerti atau memang kami nya aja yang gak ngerti ya? Gak banyak petugas juga yang cukup bisa ditanyai. Akhirnya kami cuma mengikuti arus orang-orang yang sepertinya juga kebingungan. Agak kecewa sih, ternyata begini.

Sinar matahari pun kian terasa panas dan kami makin lelah berjalan mencari mau ke mana lagi. Waktu juga sudah pukul sekitar setengah 11 siang, kami akhirnya memutuskan untuk mencari jalan ke luar. Untungnya ada petugas yang berjaga dan bisa ditanya. Akhirnya pulang deh karena waktu sudah mepet juga, padahal belum sempat ke masjid bawah tanah. 

Dengan memesan taksi online, kami kembali lagi ke penginapan dan membereskan barang-barang untuk berkemas pulang. 

Sekian jalan-jalan backpacker ala ala ke Jogja part 2. Akankah ada part 3? Let's see..

No comments:

Powered by Blogger.