Jalan-jalan ke Malang Ala Backpacker

December 01, 2019

Setelah selesai liburan ke suatu kota, biasanya saya sudah langsung merencanakan liburan selanjutnya. Sama halnya waktu selesai liburan ke Jogja awal tahun 2019 lalu. Setelah explore Jogja jadi kepikiran ingin explore kota lainnya yang masih bisa terjangkau dengan kereta api. Kali ini ingin yang lebih jauh dan lebih ke timur, entah Malang atau Banyuwangi. Tentunya dengan mengusung jalan-jalan ala backpacker.

Makanya begitu dapat voucher tiket KA Eksekutif lagi dari lomba 17-an, saya memilih Malang sebagai destinasi selanjutnya. Kenapa Malang? Karena lebih dekat ketimbang Banyuwangi yang tentunya butuh persiapan lebih matang untuk ke sana. 

Bulan demi bulan pun berlalu, akhirnya tiba deh saat yang ditunggu-tunggu. Liburan ke Malang! Jumat sore pulang kerja saya langsung ke Stasiun Gambir sambil bawa gembolan tas carrier ala anak gunung untuk mengejar KA Gajayana yang berangkat pukul 17.40 dari Stasiun Gambir.

Dari Stasiun Gambir harus melewati sekitar 17 stasiun untuk sampai di Stasiun Malang Kota Baru. Total waktu tempuh kurang lebih 15 jam. Jadi, keesokan harinya baru bisa sampai di Malang. Karena itu kereta malam, jadi ga ada banyak yang bisa dilakukan selain tidur. Mau lihat-lihat pemandangan luar pun ga keliatan karena gelap. Untunganya nyaman, bisa reclining seat, ada bantal dan selimut. Walaupun untuk pijakan kakinya masih lebih enak Argo Wilis atau Argo Parahyangan kelas Eksekutif. 

suasana dalam kereta
Keesokan harinya ketika matahari mulai muncul, baru deh keliatan pemandangan di luar seperti apa. Ini pertama kalinya saya menyaksikan sunrise dari kereta api. Ternyata langitnya indah banget. Sayang fotonya kurang ahli jadi ga ketangkep semua.


sunrise dari atas kereta
Day 1 - Tiba di Malang

Akhirnya sekitar jam 9 pagi sampai juga di perhentian terakhir, yaitu Stasiun Malang Kota Baru. Saat itu suasana di stasiun ga begitu ramai, jadi kami sempat untuk ganti baju dan membersihkan badan di kamar mandi stasiun. Maklum belum mandi dari kemarin sore kan. Setelah agak wangi dan cakepan sedikit, kami memesan taksi online menuju ke penginapan Vintage 58 Homestay Syariah yang terletak di Jalan Jaksa Agung no 58. Rencananya mau titip barang dulu di penginapan, lalu setelah itu pergi deh ke Batu. Oiya, kalau mau pesan taksi atau ojek online di Stasiun Malang ini harus janjian dengan sopirnya di seberang stasiun, ga boleh jemput di depan stasiunnya langsung.

Dari stasiun ke penginapan Vintage 58 hanya berjarak kurang lebih 15 menit. Memang kami mencari penginapan yang berada di tengah kota dan ga terlalu jauh dari Stasiun Malang. Kebetulan ketemu penginapan Vintage 58 yang harganya sangat terjangkau, yaitu per kamar hanya 80 ribuan. Review untuk penginapan ini juga bagus lho.

Vintage 58 Homestay
Sesampainya di penginapan, tadinya kami hanya ingin titip tas saja dan langsung berangkat lagi menuju Batu. Tapi, karena bisa check-in lebih awal hanya dengan menambah biaya 25 ribu, kami memilih untuk istirahat dulu meluruskan otot-otot yang bengkok selama duduk di kereta.

Karena keasikan rebahan dan juga cuaca yang semakin panas, saya jadi ga semangat lagi untuk ke Batu. Ditambah lagi dapat info dari driver taksi online yang tadi mengantar kami kalau ke Batu semakin siang akan semakin macet. Berhubung malamnya mau ke Bromo, khawatir kalo ke Batu nanti pulangnya kelelahan dan juga takut kemalaman sampai penginapan.

Akhirnya setelah makan siang kami pun memutuskan untuk berjalan-jalan yang ga jauh dari penginapan. Meluncurlah kami ke Malang Town Square (Matos) untuk menonton film Perempuan Tanah Jahanam yang kebetulan saat itu baru 2 hari tayang. Jauh-jauh ke Malang eh malah nonton di bioskop. Tapi, gapapa untungnya filmnya sama sekali ga mengecewakan.

Setelah dari Matos, kami kembali lagi ke arah stasiun untuk jalan-jalan ke kampung-kampung yang ngehits di media sosial. Ada Kampung Warna Warni Jodipan, Kampung Biru Arema, dan Kampung Tridi. Ketiga kampung ini letaknya berdekatan. Untuk masuk ke tiap-tiap kampung ini dikenakan biaya 2 ribu rupiah. Nanti pengunjung juga akan dapat souvenir berupa gantungan kunci atau stiker handmade para warga yang tinggal di kampung ini.

Untuk yang senang berfoto-foto pasti cukup senang ke sini karena banyak spot yang seru dan instagrammable. Murah pula biaya masuknya.

Kampung Warna Warni Jodipan
Kampung Biru Arema
Kampung Tridi
Ketika hari mulai gelap, kami kembali ke penginapan untuk istirahat lagi dan beres-beres barang karena akan pindah penginapan dulu sebelum ke Bromo ke Rumah Jaksa Agung. Antara Vintage 58 dan Rumah Jaksa Agung jaraknya lumayan berdekatan dan sama-sama terletak di Jalan Jaksa Agung, jadi ga terlalu jauh dan repot untuk pindahan.


Day 2 - Mengejar sunrise di Bromo

Sekitar pukul 12 malam, driver dari open trip Bromo menjemput di depan penginapan Vintage 58 Homestay Syariah lalu mengantar kami ke Rumah Jaksa Agung untuk drop barang. Setelah itu baru deh menjemput peserta open trip yang lainnya. Total jadi ada 6 orang yang ikutan trip Bromo ini termasuk kami. Lalu kami diantar sampai ke meeting point untuk bertemu dengan driver mobil jeep yang akan membawa kami sampai ke kawasan Bromo. Perjalanan pun dimulai.

Sepanjang perjalanan ke Bromo, driver bawa jeep-nya ga santai. Mungkin karena medannya seperti itu jadi harus begitu nyetirnya. Dan saya ga berhenti baca-bacaan doa selamat dalam hati, cukup ngeri sih. Ditambah lagi ada badai pasir yang sempat menutupi pandangan kaca depan. Meski lagi ketar-ketir, rasa kantuk mengalahkan segalanya. Saya sempat tidur beberapa waktu selama perjalanan hingga sampai ke Bukit Pananjakan.

Kami sampai di Bukit Pananjakan sekitar jam 2 atau 3an. Oiya, open trip yang kami sewa itu hanya include driver aja, tidak pakai guide. Jadi driver-nya hanya drop ke tempat-tempat yang ada di itinerary, lalu kami dibebaskan mau ke mana. Asal nanti jam 6 kumpul lagi di parkiran mobil.

Begitu turun dari jeep, langsung disambut dengan udara yang dingin disertai angin yang terasa kencang, sampai-sampai kedengaran suara gemuruh angin gitu. Di Bukit Pananjakan ini berjejer warung-warung untuk duduk sambil ngopi atau makan mie rebus, lumayan untuk menghangatkan tubuh sambil menunggu waktu sunrise. Untuk semangkuk mie rebus harganya 15 ribu. Lumayan lah untuk harga makanan di tengah gunung. Biasanya di warung-warung ini juga ada toilet dan mushola-nya. Toilet nya bayar, jadi siapin uang recehan ya.

Jam 4-an kami mulai mencoba naik tangga menuju sunrise point. Sebelum naik, banyak pedagang yang nawarin ojek atau guide untuk memandu lewat jalan yang lebih landai gitu ga terlalu nanjak. Tarifnya kurang tau, karena ga nanya-nanya juga. Di sekitar sini banyak juga yang nawarin sewa jaket atau selimut. Kalau ga salah tarifnya mulai 50 ribuan. 

Karena kami ga mau pake guide, jadi kami coba nanjak sendiri ke tangganya.  Satu per satu anak tangga mulai dipijak. Semakin ke atas angin terasa semakin kencang. Sesekali kami duduk dulu istirahat sambil atur napas. Kami coba liat ke ujung puncak tangga, tapi gelap dan ga keliatan meski udah disorot lampu senter. Dari tempat kami duduk udah mulai keliatan semburat cahaya orange sedikit demi sedikit.

Tapi sayang sekali kami ga sampai ke puncak tangganya. Udah sampe setengah jalan (sepertinya), kami balik lagi deh turun tangga ke bawah karena kebelet banget buang air kecil. Sekalian sholat Subuh juga. Selesai sholat Subuh sekitar jam 5 kurang, ternyata langitnya udah terang gitu. Gagal deh kami liat matahari naik secara perlahan-lahan. Di tangga menuju ke puncak sunrise point itu udah berjejer banyak banget orang pada berfoto. Sampe bingung mau ambil spot di mana karena penuh dengan orang-orang.




Jam 6 kami kembali ke tempat parkir mobil dan bertemu dengan driver juga peserta yang lain. kami pun melanjutkan ke spot berikutnya.

Kami singgah sebentar di sini. Di sekitar yang terlihat hanya hamparan pasir hampir hitam dan mobil jeep yang parkir di antara pohon-pohon kering.



Lanjut berpindah tempat ke Kawah Bromo. Tapi kami hanya diantar sampai ke tempat parkiran mobil saja. Selanjutnya kalau ingin mencapai Kawah Bromo dan Pura Luhur Ponten bisa berjalan kaki dan menggunakan kuda. Jangan lupa pakai kacamata dan masker, supaya mukanya ga terlalu kena pasir yang berterbangan ditiup angin kencang.

parkir menuju Pura Luhur Ponten
Selanjutnya kami diantar ke Bukit Teletubbies yang merupakan destinasi terakhir di open trip Bromo ini. Saat itu warna rumput savana dan bukitnya ga terlalu hijau, ada sedikit kekuning-kuningan. Mungkin kalau datangnya bulan Maret warnanya akan benar-benar full hijau. Meski begitu, padang savanna ini adalah spot favorit saya. Berfoto-foto di sini seakan membayangkan sedang berada di New Zealand!



Sekitar pukul setengah 9 kami kembali turun menuju meeting point awal di mana kami akan dijemput dengan driver open trip. Selama perjalanan turun dengan jalanan yang berliku-berkelok-banyak gajlukan-yang sama sekali ga nyantai, yang saya rasakan hanya rasa kantuk yang luar biasa, jadi saya tidur deh sampai ga berasa kalau sudah tiba di meeting point awal. 

Akhirnya pukul 11-an kami tiba di penginapan Rumah Jaksa Agung. Seharusnya boleh check-in jam 1 siang, tapi karena kami dari Bromo bisa langsung check-in saat itu juga. Lalu siap-siap deh untuk bobo syantik.

Day 2,5 - Jalan-jalan malam di Malang

Setelah energi kami telah kembali, malamnya kami jalan-jalan, ceritanya ingin icip-icip kuliner khas Malang. Tujuan pertama adalah Alun Alun Malang. Tapi, setelah mendapat rekomendasi dari bapak driver taksi online, kami pindah haluan jadi ke sebuah warung Bakso Malang di Jalan Semeru, namanya Bakso Cak Toha.

Bakso Cak Toha ini sudah cukup terkenal di Malang, bahkan ada beberapa cabang. Setelah mencicipi, saya pun setuju kalau Bakso Cak Toha ini memang recommended. Rasa bakso dan kuahnya gurih, cocok di lidah saya. Harganya pun standar, cocok di kantong saya. Kalau dikasih kesempatan balik ke Malang, mungkin saya mau balik lagi ke sini.

Karena kami masih penasaran dengan Alun Alun Malang, dari Bakso Cak Toha kami pun jalan kaki ke sana. Jaraknya ga sampai 1 km. Hitung-hitung olahraga buang lemak abis makan bakso. Saat itu hari Minggu malam, tapi jalanan terbilang sepi. 

Ga lama kami pun sampai di Alun Alun Malang. Saya sudah membayangkan alun-alun yang ramai dengan pedagang makanan dan minimal seperti Alun Alun Jogja. Tapi ternyata tidak sesuai bayangan. Yang ada hanya pohon-pohon, bangku taman, dan beberapa fasilitas tempat bermain anak-anak. Mungkin memang cocok bagi yang membawa anak kali ya. 

Karena ga ada hal menarik yang bisa dilakukan di Alun Alun Malang, kami mencoba cari hiburan lain, yaitu ke bioskop terdekat dari Alun-Alun Malang di Plaza Malang. 

Sampai di bioskop pun akhirnya cuma duduk-duduk aja karena bingung mau nonton film apa. Akhirnya beli minuman dan cemilan lalu balik lagi deh ke penginapan. Memang Traveling kali ini kegiatannya ga terlalu padat dan banyak hal random.

Day 3 - Sayonara Malang 

Selesai beres-beres barang bawaan, pukul 11 kami check-out penginapan. Tapi, karena bingung mau ke mana sambil menunggu jadwal keberangkatan kereta, kami hanya menunggu di lobby penginapan. Kebetulan penginapan Rumah Jaksa Agung punya ruang tunggu yang cozy banget. Tamu yang sudah check-out masih diperbolehkan menunggu di ruang tunggunya. Bahkan kami sempat tidur siang dengan nyenyak di sofanya.

Sore sekitar pukul 4, kami bersiap menuju Stasiun Malang karena kereta kami berangkat pukul 5. Kali ini kami naik Mutiara Selatan kelas Ekonomi Premium. Cukup nyaman untuk perjalanan jarak jauh, kursi bisa diatur, tapi ruang untuk kaki terbatas dan juga ga dapet selimut atau bantal. Bantal dan selimut bisa disewa. Lagi-lagi karena ini perjalanan malam, ga banyak pemandangan yang bisa dinikmati. Hanya bisa memotret beberapa saja.


Mendadak dan ga banyak persiapan tapi tetap berkesan, itulah yang mungkin bisa menggambarkan jalan-jalan kali ini. 

No comments:

Powered by Blogger.